TJOKROCORNER, ESAI - Generasi milenial dan Gen Z pastinya tak mengenal dua tokoh nasional di pentas sejarah bangsa dan umat sebab, telah terjadi upaya politik historiografi sehingga upaya amputasi ingatan kolektif sejarah, rabun sejarah, amnesia sejarah bahkan buta sejarah.
Kita generasi Orde Baru pun dijejali dengan persepsi Indonesia sebagai bangsa besar yang mampu mengusir bangsa penjajah: Belanda, Jepang, dan Sekutu (Inggris)!
Pada faktanya, ini hanyalah sebuah cacat dan mitos sejarah.
Syafrudin Prawiranegara dalam bukunya berjudul Sejarah sebagai Pedoman untuk Membangun Masa Depan menulis bahwa "Berakhirnya masa kekuasan Belanda -bukan karena usaha bangsa kita!... Habislah kekuasaan Jepang -bukan karena usaha bangsa kita!"
Bahkan, Belanda diusir Jepang karena kalah perang, dan Jepang kalah karena Sekutu membom Nagasaki-Hiroshima. Kapan Indonesia mengalahkan Belanda dan Jepang!? Tidak pernah!
Hanya saja pernah satu masa Umat Islam Bangsa Indonesia (UIBI) mampu memerdekakan dan memproklamasikan sebuah negara bernama NII (Negara Islam Indonesia, 1949-1962).
Siapa yang memberi kesempatan emas itu?
Pak Syaf bertanya: Oleh karena berkat Rahmat Allah yang Maha Kuasa... tetapi mengapa bangsa Indonesia ini tidak mau menjadikan Islam sebbagai dasar negara untuk menjadi sandaran ruhaniah berjuang demi Kemerdekaan ๐ฏ persen?
Maka, atas pengkhianat pada Piagam Jakarta dan juga khianat atas UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945 sehingga diubahnya lewat kudeta konstitusional menjadi UUD 1945 Amandemen 2002 (Kapitalisme), bangsa ini menghadapi era kegelapan atas cahaya Ilahi Wahyu (Islam). Paradoks Indonesia itu yang ditesiskan Prabowo Subianto pula.
Maka, ingatlah kepada dua tokoh yang berseberangan secara ideologi ini: Islam dan Komunis.
Tan Malaka & SM Kartosuwirjo
Tan Malaka alias Ilyas Hosen alias Hasan Gozali alias Patjar Merah dan alias-alias lainnya. Sebuah nama yang tidak tertulis di buku sejarah sekolah. Dikhianati habis-habisan, ditolak cintanya, diburu oleh negara, dan berakhir mati dieksekusi.
Namanya tidak pernah tertulis dalam buku sejarah sekolah, tetapi sekarang banyak pemuda yang mencari tahu tentangnya dan menjadikanya sebagai tokoh inspiratif. Namun, Tan Malaka tetap diakui sebagai Pahlawan Nasional.
Tapi tidak untuk seorang S.M. Kartosuwirjo. Mengapa? Karena beliau mencita-cita Islam Bernegara untuk Indonesia Jaya dan itu ditentang oleh hampir semua elit RI yang mengakunya muslim dan rakyatnya mayoritas muslim. Bahkan, di mana dikuburkanya saja disengaja dihapuskan jejaknya. Hal yang sama dilakukan pula kepada Abdul Qahar Muzakkar -tidak tahu di manakah letak makamnya.
Mereka terus disebut sebagai pemberontak terhadap Negara RI! Tetapi bukan kepada Kemerdekaan yang dicita-citakannya! Benar, tidak apa disebut demikian. Yang terpenting bukan memberontak/menolak terhadap Islam dan Hukum Allah.
Seperti HOS Tjokroaminoto adalah Pahlawan Islam tertulis dibatu nisannya. Demikian juga keduanya. Bagi mereka yang syahid, itu janji allah dalam Al Quran. "Dan jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; sebenarnya mereka itu hidup, di sisi Tuhannya mendapat rezeki (QS. Ali Imran:169).
Nunu A. Hamijaya. Sejarawan publik/Penulis Buku “Negara Ummat: Zelfbestuur Berdasarkan Syariat".
Posting Komentar