Ruang Narasi
SINDIKASI TJOKRO CORNER
Tjokroisme: Monoteisme Dialektika Historis
Jika kalian ingin menjadi pemimpin besar menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator - H.O.S. Tjokroaminoto

Refleksi Perjalanan Kongres Nasional Ke-VII SEMMI di Padang Sumatera Barat


TJOKROCORNER, OPINI -
Kongres Nasional Ke-VII Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) yang digelar di Sumatera Barat 15-18 Juni 2025 bukan sekadar pertemuan formal lima tahunan. 

Ia adalah momentum penting dalam perjalanan panjang organisasi mahasiswa yang merupakan front resmi dari Syarikat Islam Indonesia (SII). 

Dalam tubuh persyarikatan ini, SEMMI menempati posisi sangat strategis: sebagai lahan tumbuhnya nilai-nilai ideologis, sebagai kawah candradimuka bagi kader-kader perjuangan, dan sebagai jembatan generasi menuju pemantapan cita-cita dinullah sebagai sistem kehidupan menyeluruh yang dicita-citakan oleh SII.

Dalam hirarki ideologis dan perjuangan, SEMMI merupakan jenjang pertumbuhan dari semai nilai di SEPMI (pelajar), yang kemudian tumbuh di SEMMI (mahasiswa), matang dalam Pemuda Muslimin Indonesia, dan mengkristal di SII sebagai pusat ide dan gerak. 

Karena itu, SEMMI bukan sekadar organisasi kemahasiswaan biasa. Ia adalah wahana pembentukan karakter ideologis, spiritual, dan organisatoris kader-kader persyarikatan.

Namun, harapan ideal ini masih jauh dari kenyataan. Dalam refleksi jujur dan kritis, kita harus mengakui bahwa sampai hari ini, SEMMI belum menjadi organisasi ideal sebagaimana yang dicita-citakan. 

Organisasi ini masih dihadapkan pada persoalan mendasar: lemahnya sistem pengkaderan, tidak terstandarisasinya materi dan metode pendidikan kader, serta lemahnya sinergi antara pusat dan cabang. 

Pengaruh organisasi luar dan pengalaman pra-SEMMI masih sangat terasa mewarnai orientasi kader, sebuah tantangan serius dalam upaya membangun kader militan dengan identitas tunggal dan ideologi persyarikatan.

Kongres Nasional Ke-VII di Sumatera Barat sejatinya telah menghadirkan semangat substansial dalam diskusi-diskusi internalnya. 

Gagasan ideologis, semangat kolektif, dan loyalitas kader terhadap masa depan organisasi menjadi warna dominan dalam ruang-ruang sidang. 

Namun dari sisi manajerial, kongres ini masih memperlihatkan kelemahan yang serius, tidak adanya perencanaan yang matang, kekacauan teknis yang menyita energi.

Kesalahan dalam teknis bukan sekadar soal logistik, tapi menyentuh hingga aspek strategis, bagaimana konsolidasi ideologis, koordinasi nasional, dan bahkan proses regenerasi terganggu akibat lemahnya pengelolaan. 

Ini adalah pelajaran penting yang harus dicatat, SEMMI masa depan harus dibangun dengan perencanaan yang sistematis, manajemen yang akuntabel, dan kesadaran penuh akan pentingnya etika organisasi.

Salah satu agenda utama dalam kongres ini adalah suksesi kepemimpinan. Pergantian nahkoda bukan hanya soal siapa yang akan duduk di kursi ketua, melainkan siapa yang akan membawa perahu SEMMI mengarungi samudera ideologi dan realitas sosial politik mahasiswa Indonesia. 

Dalam proses itu, wajar jika muncul dinamika, dialektika, bahkan intrik dan konflik. Namun menjadi tidak wajar jika trik dan intrik itu menyalahi nilai-nilai luhur yang menjadi pondasi persyarikatan ini.

Dalam tradisi SII, jabatan tidak boleh diminta, namun juga tidak boleh ditolak jika ia datang sebagai amanah. Nilai inilah yang diwariskan dari para sahabat Nabi SAW saat memilih pemimpin setelah wafatnya Rasulullah. 

Mereka tidak saling berebut, tidak menebar fitnah, tidak saling menjatuhkan, tapi bermusyawarah dengan adab dan rasa takut kepada Allah SWT. 

Idealnya, demikian pula yang harus menjadi budaya dalam SEMMI: bahwa jabatan adalah amanah, bukan alat kuasa; bahwa lobi dan negosiasi tidak boleh dicemari oleh dusta, apalagi fitnah; dan bahwa keikhlasan adalah bahan bakar utama dalam setiap pengabdian.

Kongres kali ini mengajarkan kepada kita bahwa dalam SEMMI, kekuatan utama bukan pada jumlah, bukan pada seremonial, bukan pula pada popularitas tokoh, tapi pada kedalaman nilai dan keteguhan ideologi. 

SEMMI tidak boleh menjadi panggung bagi ambisi pribadi. Ia harus kembali menjadi sekolah gerakan—tempat berlatih, mendidik, dan membina kader ideologis yang siap melanjutkan estafet perjuangan SII menuju tegaknya sistem dinullah di bumi Indonesia.

Sudah saatnya SEMMI memiliki sistem kaderisasi nasional yang baku dan mengakar. Materi harus distandarisasi. Setiap cabang harus memiliki kurikulum pengkaderan yang berpijak pada nilai-nilai perjuangan SII. 

Kepemimpinan harus ditumbuhkan, bukan dipaksakan. Dan organisasi harus dibangun bukan dengan kebisingan retorika, tapi dengan kerja-kerja konkret yang membumi dan menyentuh realitas umat.

Kongres Nasional Ke-VII SEMMI adalah potret mini dari seluruh perjalanan organisasi ini. Ia memuat harapan dan juga menunjukkan tantangan. 

Ia menjadi cermin bagi kita untuk menilai sejauh mana kita telah berjalan dalam jalur persyarikatan, dan sejauh mana kita telah menyimpang dari nilai-nilai awal.

Tugas kita hari ini adalah memperbaiki. Memperbaiki niat, memperbaiki sistem, memperbaiki tradisi dan budaya organisasi. 

SEMMI harus menjadi organisasi yang bersih secara ideologi, kuat secara struktural, dan kokoh secara moral. 

Karena hanya dengan itulah, SEMMI akan benar-benar menjadi pelanjut sah cita-cita SII, bukan sekadar bayangan semu dari semangat yang dulu pernah menyala.

Semoga pemimpin terpilih mampu menjalankan amanahnya. Semoga seluruh kader kembali menyatukan barisan. 

Dan semoga SEMMI tumbuh sebagai organisasi ideologis yang mencerdaskan, membebaskan, dan menegakkan panji kebenaran di tengah samudera zaman yang penuh gelombang dan badai.

Wallahu'alam.

Tulisan ini dipersembahkan oleh Ardinal Bandaro Putiah, pembina SEMMI dari Sumatera Barat.

Share this post :

Posting Komentar

 
Support : Syarikat Islam Indonesia | Pemuda Muslimin Indonesia | KasmanPost
Copyright © 2025 - TJOKRO CORNER - All Rights Reserved
Template by Cara Gampang Published by Cargam Template
Proudly powered by Blogger