Refleksi Majelis Tahkim XXXIX dan Problematika Majelis Tahkim Luar Biasa di Bandung
TJOKROCORNER, OPINI - Syarikat Islam Indonesia (SII), sebagai salah satu organisasi tertua dalam sejarah pergerakan nasional Indonesia, telah mengalami berbagai dinamika transformasi ideologis, struktural, dan politik sejak awal abad ke-20.
Dalam perkembangannya, SII pernah menjadi kekuatan politik besar, tetapi juga mengalami periode stagnasi dan pencarian identitas.
Pertemuan Majelis Tahkim ke-XXXIX yang diselenggarakan di Pondok Haji Jakarta menjadi salah satu tonggak penting dalam menentukan arah masa depan organisasi ini: apakah tetap sebagai organisasi kemasyarakatan atau kembali menjadi partai politik seperti dalam bentuk Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII).
Perdebatan di dalam Majelis Tahkim XXXIX, terutama antara kelompok yang mendorong perubahan menjadi partai dan mereka yang ingin tetap sebagai ormas, menggambarkan kompleksitas ideologis dan praktis yang dihadapi SII.
Penulis, sebagai salah satu peserta aktif dalam perdebatan tersebut, mencatat betapa intens dan produktifnya diskusi kala itu, terutama dengan Saudara Aep Saeful Tamam dari DPC SII Garut, yang gigih mempertahankan posisi keormasan.
Akhir dari perdebatan tersebut adalah keputusan kompromi yang cerdas dan demokratis, dilakukan terlebih dahulu kajian komprehensif mengenai kemungkinan dan konsekuensi perubahan bentuk organisasi dari ormas ke partai.
Kajian ini disepakati sebagai syarat mutlak sebelum digelarnya Majelis Tahkim Luar Biasa (MT LB) untuk menentukan arah final organisasi.
Namun, setelah tiga tahun berlalu, kajian tersebut tidak kunjung dilakukan. Ironisnya, tiba-tiba muncul rencana untuk menggelar MT LB di Bandung tanpa kajian yang dijanjikan. Fakta ini tidak hanya menimbulkan pertanyaan serius mengenai konstitusionalitas MT LB tersebut, tetapi juga integritas keputusan Majelis Tahkim sebelumnya.
Tulisan ini merupakan refleksi kritis terhadap situasi tersebut, sekaligus analisis konstitusional dan historis terhadap arah masa depan Syarikat Islam Indonesia.
Kronologi dan Dinamika Majelis Tahkim XXXIX
Majelis Tahkim XXXIX yang diselenggarakan pada tahun 2022 di Pondok Haji Jakarta berlangsung dalam suasana yang sarat muatan ideologis. Salah satu isu strategis yang menjadi sorotan adalah wacana perubahan bentuk organisasi dari ormas ke partai.
Wacana ini bukan hal baru dalam tubuh SII, mengingat sejarah panjang keterlibatan organisasi ini dalam politik praktis sejak masa HOS Tjokroaminoto hingga era PSII pasca kemerdekaan.
Perdebatan sengit terjadi di dalam komisi yang membahas isu ini. Penulis, sebagai pendukung transformasi menjadi partai, mengajukan berbagai argumen mengenai urgensi SII kembali mengambil peran politik yang lebih strategis dalam merespons tantangan umat dan bangsa.
Sebaliknya, delegasi Garut, yang diwakili oleh Saudara Asep Saeful Tamam, mempertahankan pentingnya tetap berada dalam bentuk ormas agar lebih fokus pada dakwah, sosial, dan pendidikan.
Meski perdebatan cukup tajam, suasana diskusi tetap produktif dan dilandasi semangat ukhuwah. Akhirnya, tercapailah kesepakatan bahwa kajian mendalam dan menyeluruh harus dilakukan terlebih dahulu. Kajian tersebut meliputi status hukum front, pengelolaan kekayaan organisasi, kesiapan struktur partai, serta kesiapan kader dan basis massa.
Baru setelah kajian tersebut tuntas dan disosialisasikan, dapat dilakukan Majelis Tahkim Luar Biasa (MT LB) untuk memutuskan bentuk organisasi secara definitif selambat-lambatnya dua tahun setelah digelarnya Majelis Tahkim dan apa bila dalam waktu yang tersebut tidak terpenuhi MT LB tidak dapat digelar dan dibicarakan kembali di Majelis Tahkim berikutnya ( Majelis Tahkim ke XL)
Kajian Komprehensif sebagai Instrumen Legitimasi
Keputusan untuk melakukan kajian sebelum perubahan bentuk organisasi bukan hanya langkah taktis, melainkan merupakan langkah konstitusional dan strategis yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip musyawarah, partisipasi kader, dan akuntabilitas organisasi. Dalam tradisi Islam, keputusan yang menyangkut maslahat umat harus melalui proses syura (musyawarah) yang jernih dan rasional.
Secara organisatoris, kajian ini adalah bentuk pemenuhan prinsip due process dalam pengambilan keputusan strategis. Ia menjadi jembatan antara idealisme dan realitas. Tanpa kajian yang objektif, keputusan perubahan bentuk organisasi rawan terjebak pada euforia sesaat, kepentingan kelompok sempit, atau bahkan kalkulasi kekuasaan jangka pendek.
Kajian yang dimaksud seharusnya melibatkan para ahli hukum organisasi, akademisi, tokoh sejarah, pengurus wilayah dan cabang, serta masukan dari kader di lapangan. Hasilnya tidak hanya berupa dokumen naratif, tetapi juga rekomendasi implementatif yang dapat diuji secara empiris.
Realitas Pasca MT XXXIX, Gagalnya Pelaksanaan Kajian
Namun, setelah lebih dari setahun sejak Majelis Tahkim XXXIX usai, tidak ada satupun hasil kajian yang diumumkan kepada publik organisasi. Tidak ada dokumentasi, laporan terbuka, atau hasil kajian resmi yang bisa diakses oleh kader di berbagai daerah. Bahkan tidak diketahui siapa yang ditugaskan melakukan kajian tersebut, bagaimana metodologinya, dan apa saja kesimpulannya.
Lebih parah lagi, muncul inisiatif sepihak untuk menggelar MT LB di Bandung tanpa prasyarat kajian tersebut. Ini bukan hanya melanggar keputusan sebelumnya, tetapi juga menciderai semangat demokrasi internal dan akuntabilitas organisasi. Tindakan ini secara konstitusional cacat dan secara moral dipertanyakan.
Kondisi Objektif SII Saat Ini, Apakah Layak Menjadi Partai?
Sebagai organisasi, SII belum memiliki infrastruktur organisasi yang lengkap di seluruh wilayah Indonesia. DPW (Dewan Pimpinan Wilayah) masih terbatas jumlahnya, dan banyak provinsi belum memiliki DPC (Dewan Pimpinan Cabang) aktif. Ini menunjukkan bahwa secara struktur, SII belum siap menjadi partai politik nasional yang harus memenuhi syarat administratif KPU.
Dalam konteks partai politik, keberadaan struktur organisasi yang kuat dan menyeluruh adalah syarat mutlak. KPU mensyaratkan kehadiran partai di sekurang-kurangnya 75% provinsi dan 50% kabupaten/kota di setiap provinsi tersebut. SII jelas belum mencapai ambang batas ini.
Lebih dari itu, kesiapan ideologis dan kaderisasi internal juga belum matang. Transformasi menjadi partai tanpa basis kader yang terdidik, ideologis, dan loyal hanya akan menciptakan partai papan nama yang pragmatis dan mudah dimanipulasi oleh kepentingan luar.
MT Luar Biasa di Bandung, Sebuah Pengkhianatan Konstitusional
Rencana menggelar MT LB di Bandung tanpa terlebih dahulu menyelesaikan kajian komprehensif adalah bentuk pengabaian terhadap keputusan Majelis Tahkim XXXIX. Ini adalah tindakan inkonstitusional yang berpotensi menciptakan preseden buruk dalam tubuh organisasi.
Dalam AD/ART SII (jika merujuk pada versi resmi terakhir), setiap perubahan mendasar yang menyangkut bentuk organisasi harus melalui proses kajian, pembahasan di berbagai tingkatan, dan musyawarah besar yang representatif. Tanpa kajian, MT LB akan kehilangan dasar legitimasi moral dan konstitusionalnya.
Sorotan Historis: Syarikat Islam, Partai, dan Ormas
Syarikat Islam pernah mengalami masa kejayaan sebagai partai politik dalam bentuk PSII, namun juga mengalami keretakan dan kemunduran akibat pertarungan internal, infiltrasi ideologi asing, dan kooptasi kekuasaan. Ketika kembali menjadi ormas, SII mencoba membangun basis kader dan meneguhkan identitas sebagai gerakan dakwah-sosial.
Perubahan bentuk organisasi bukan hanya soal nomenklatur, tetapi menyangkut orientasi perjuangan. Apakah SII akan menjadi alat perjuangan umat atau sekadar alat politik kekuasaan? Pelajaran dari masa lalu menunjukkan bahwa tanpa kedewasaan kader, transformasi menjadi partai justru mempercepat kehancuran.
Jalan Lurus untuk Syarikat Islam Indonesia
Majelis Tahkim Luar Biasa yang direncanakan di Bandung bukan hanya cacat secara konstitusional, tetapi juga berpotensi menimbulkan disintegrasi internal yang merusak. Jika MT LB tetap dipaksakan tanpa kajian yang tuntas, maka seluruh prosesnya menjadi tidak sah dan dapat dianggap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap keputusan Majelis Tahkim XXXIX.
Diperlukan kesadaran kolektif, keberanian moral, dan keteguhan ideologis untuk menolak upaya-upaya manipulatif yang menjauhkan organisasi dari marwahnya. SII harus kembali pada semangat awalnya: membangun umat, mencerdaskan rakyat, dan menjadi pelita dalam gelapnya zaman.
Kader dan pimpinan harus memegang teguh prinsip musyawarah, konstitusi, dan perjuangan ideologis yang tulus. Jangan biarkan sejarah mencatat bahwa kita adalah generasi yang menghancurkan amanah hanya karena ambisi sesaat. Mari luruskan jalan, tegakkan keputusan, dan bangun organisasi ini dengan fondasi yang kokoh dan jujur.
Wallahu'alam.
Tulisan ini dipersembahkan oleh Ardinal Bandaro Putiah, kader muda Syarikat Islam Indonesia Sumatera Barat
Posting Komentar